Minggu, 24 April 2011

Memelihara amanah

Memelihara amanah – Allah Swt berfirman, “ Sesungguhnya kami pikiulkan amanah pada langit dan bumi serta gunung – gunung. Semuanya enggan memikulnya dan rasa kuatir akan kesanggupanya dan di terima oleh manusia. Sayang manusia itu zalim dan jahil “. ( Qs Al Ahzab – 72 ).
Memahami sepotong ayat Al Quran diatas  yang menegaskan bahwa manusia sudah di berikan kepercayaan untuk menerima amanah dari Allah Swt, yang mana masing – masing amanah tersebut pastilah menurut ukuran, kesanggupan, kekuatan dan kedudukan manusia di tengah – tengah kehidupan di muka bumi ini.
Sebahagian ulama menjelaskan yang di maksud dengan amanah adalah : Thaat / Berbakti baik yang bersifat khusus atau umum, karakter atau peranggai yang di jalankan penuh kesadaran / Thabi’yah dan selalu berikhtiariyah. Jelasnya, amanah merupakan tugas – tugas keagamaan yang konotasinya dengan tugas – tugas kemanusiaan, dalam rangka memelihara akal pikiran, jiwa dan hati nurani terhadap apa – apa yang telah di amanahkan Allah Swt pada umat manusia. Yang mana harus di penuhi dan selalu di pelihara exsistensinya untuk selanjutnya di pertanggung jawabkan.
Namun para pembaca di akhir surat Al Ahzab – 72 Allah Swt mensinyalir dengan suatu sindiran yang pedas dan jelas. ‘ Innahu kana zhalumam jahulan ‘ Sesungguhnya manusia itu adalah zalim ( aniaya ) dan jahil ( amat bodoh ).
Zalim dalam artian meletakan sesuatu itu tidak pada tempatnya, hal ini dapat kita rasakan dalam situasi dan kondisi sekarang ini, misalnya masalah hukum dan keadilan. Yang mana dua kalimat itu sangat di butuhkan oleh kebanyakan manusia khususnya rakyat Indonesia   , bahkan para petinggi hukum dan keadilan itu serta setiap individu maupun kelompok sudah mengetahui dan memahami hakekat dari hukum dan keadilan itu, yang tak lepas dari sifat keuniversalanya ( umum ).
Terangnya hukum dan keadilan tidak memandang status, jabatan, suku, ras, jenis kelamin dsb. Tapi kenapa mereka semua masih tetap mencoba untuk menipu rakyat dengan memutar balikkan fakta dan keadaan yang sesungguhnya. Realita yang kita hadapi saat ini sangat jauh berbeda dengan apa – apa yang telah di amanahkan Allah Swt pada mereka. Ada harga diri yang terinjak dan nyaris kehilangan kepercayaan sebagai anak bangsa, ketika mendengar dan menyaksikan hukum dan keadilan s
udah mulai di perjualbelikan di meja pengadilan, kasus suap – menyuap, penipuan, KKN dsb, terus mewarnai setiap instansi pemerintahan maupun swasta di negeri ini.
Padahal keharusan berlaku adil telah tertuang dengan jelas dalan Al Quran dan hadis Nabi Saw, di antaranya surat An Nisa – 135 “ Wahai orang – orang yang beriman jadilah kamu orang – orang yang benar – benar penegak keadilan, menjadai saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu akan kemaslahatanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikan kata – kata atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah Swt adalah maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Begitu juga didalam kehidupan dan keseharian Rasulullah Saw rasa keadilan ini sangat beliau utamakan. Beliau Saw berpesan yang korelasinya untuk seluruh umat manusia khususnya umat islam. ‘Dengan selalu berlaku adil kehidupan pasti akan berjalan damai dan sejahtera dalam keseimbangan, dalam memenuhi tuntutan kehidupan dunia dan akherat.
Dan jika suatu kelompok negara sudah mengesampingkan dan tidak mengutamakan rasa keadilan, yang salah satunya dengan memperdagangkan hukum seperti yang kerap terjadi di negeri ini. Maka sudah bisa di prediksi kedepanya kekacauan dan kerusuhan dengan segala tindakan anarkis baik yang di lakukan secara sadar maupun tidak sadar akan terus mengelinding dan mengoyak – ngoyak negeri ini. Inilah suatu bukti bahwa para pejabat kita yang telah diberikan amanah oleh Allah Swt sudah kehilangan hati nuraninya dengan menyelewengkan hukum dan keadilan.
Ada beberapa pertanyaan berkaitan dengan sifat amanah ini di anataranya, kenapa bumi dan langit enggan menerima dan memikul amanah dengan alasan kuatir akan kesanggupanya dan akhirnya di terima oleh manusia, seperti yang terdapat dalam surat Al Ahzab – 72 di atas ?. Menurut Tafsir Hanafi hal itu semua di sebabkan karena langgit dan bumi, gunung – gunung, lautan serta isi bumi lainya, tidak akan merasakan nikmat dan lezatnya kehidupan sorga kelak, sedangkan keinginan manusia untuk mencapai hal yang demikian sangatlah tinggi yang salah satunya harus mampu dan pandai memelihara sifat amanah yang di bebankan pada pundak mereka ( Tafsir Hanafi ).
Imam Muhammad Abduh menerangkan, bahwa amanah itu adalah suatu hasrat manusia untuk menunaikan kewajibanya dengan sempurna dalam tugas – tugas dan pekerjaan yang di serahkan padanya. Dalam artian yang lebih dalam beliau menerangkan bahwa memelihara amanah adalah memelihara hak yaitu hak Allah Swt dan hak – hak manusia.
Hak adalah sesuatu yang harus di tunaikan, hak Allah pada manusia adalah kewajiban yang harus di tunaikan manusia  terhadap Allah Swt. Dan hak manusia atau hak hamba Allah ialah sesuatu yang harus di terimanya dari orang lain dan harus di tunaikan oleh orang lain kepadanya, setelah menjalankan apa – apa yang telah di percayakan padanya.
Kedua hak itulah yang di katakan Amanah yang intinya harus di pertanggung jawabkan. Hal ini merujuk pada firman Allah Swt Qs Al Anfal – 27 yang artinya “ Wahai manusia mukmin sekalian, janganlah kamu khianati Allah dan Rasul, dan jangan kamu khianati ( yang di serahkan padamu ) padahal kamu orang yang paham dan mengerti “.
Dengan memperhatikan dan memahami ayat Al Quran dan hadis Rasulullah Saw secara sungguh – sungguh dan kontiniu, maka perlulah dilakukan penelitian dan instropeksi diri kita masing – masing. Baik sebagai anggota masyarakat, sebagai hamba Allah apalagi sebagai aparat dan pejabat serta petugas ataupun pembesar yang menerima amanah dari sesama manusia. Maka pertanggung jawabanya bukan hanya terhadap manusia yang memberikan kepercayaan itu,  akan tetapi akan lebih besar dan berat tantangan dan pertangung jawabanya di pengadilan Allah Swt kelak di akherat. Allahu alam bi showab…..
Penulis Adalah Pengamat Sosial keagamaan Tinggal di Lampung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar